Jokowi
dalam cermin dunia
Resensi
oleh: Millati Azka
ELT/
B/ 4
Buku
ini secara garis besar merupakan pembahasan mengenai sosok pro-kontra yang
sudah lama menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Nama “jokowi” sudah tak
asing lagi di dunia politik negri ini. Sikap teladan, kesederhanaan, dan suka
berbaur dengan masyarakat ini ternyata tetap tak mampu mengelakan pro kontra
dari masyarakat hingga para politisi. “blusukan” ala Jokowi ternyata banyak
menuai kritik pedas. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa kegiatan jokowi
tersebut hanya buang- buang waktu dan pencitraan belaka. Buku ini juga akan megantarkan
pembaca pada biografi Jokowi Dodo sebagai presiden RI yang ke-7. Penulis dengan
cermat mengumpulkan informasi terkait pro-kontra pada sosok Jokowi dari
berbagai sumber dan media.
Ir.
H. Jokowi Dodo merupakan suami dari Iriana dan sekaligus sebagai ayah dari tiga
orang anak yakni Gibran Rakabuming Raka (1988), Kahiyang Ayu (1991) dan Kaesang
Pangarep (1995). Beliau lahir pada tanggal 21 juni 1961 di Jawa Tengah. Beliau adalah anak pertama dari empat
bersaudara. Jokowi menempuh pendidikannya di SDN 111 Tirtoyoso, SMPN 1
Surakarta, dan SMAN 6 Surakarta. Selepas SMA beliau melanjutkan pendidikannya
di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Beliau meraih gelar Insinyurnya pada
tahun 1985.
Jokowi
memulai perjalanan politiknya pada tahun 2005. Ia maju sebagai calon Wali Kota
Solo dari partai PDI-P dan PKB. Ia berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo. Beliau
berhasil menjabat sebagai Wali Kota Solo dengan masa jabatan 2005- 2010.
Setelah masanya berakhir, beliau kembali terpilih sebagai wali kota Solo pada
periode 2010- 2015.
Mantan
Wakil presiden Jusuf Kalla mengusungkan okowi Dodo sebagai Gubernur DKI Jakarta
pada tahun 2012 berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama untuk masa bakti
2012- 2017. Di tengah masa jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta yang baru
berjalan selama 2 tahun, ia kembali diusungkan sebagai calon Presiden RI. Kali
ini beliau akan berpasangan dengan Jusuf Kalla. Pasangan yang dikenal dengan
“salam dua jari” ini didukung oleh partai PDI-P, Nasdem, PKB dan Hanura. Beliau
berhasil menduduki kursi Presiden dan dilantik menjadi Presiden RI yang ke-7
pada 20 oktober 2014.
Selain
berusaha untuk menata perkembangan Indonesia secara fisik, Presiden Jokowi Dodo
juga menghendaki adanya revolusi mental pada masyarakat. Banyak dari kalangan
masyarakat yang salah mengartikan revolusi mental ala jokowi. Masyarakat
menduga bahwa revolusi mental adalah
jalan bagi terbelahnya kalangan masyarakat mejadi masyarakat kalangan atas dan
masyarakat kalangan bawah. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa revolusi
mental merupakan faham komunis yang diadopsi dari Filsuf Atheis Young Hegalian,
Berlin. Bagi mereka, revolusi mental merupakan program cuci otak yang akan
memuluskan perkembangan komunitas Komunis Eropa.
Dalam
hal ini penulis mejelaskan bahwa Indonesia bukanlah negara komunis yang
berlandaskan Atheisme. Revolusi mental bagi jokowi adalah usaha yang dilakukan
jokowi untuk memperbaiki pola pikir masyarakat indonesia. Kemajuan bangsa ada
di tangan rakyat itu sendiri. Rakyat yang berani maju adalah rakyat yang berani
mengubah pola pikir menjadi lebih bersih bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme,
mencegah bobroknya birokasi, dan menegakan kedisiplinan. Jadi yang perlu
dirubah adalah mind set, bukan isme-
ismenya.
Penulis
menambahkan keterangan kuat bahwa revolusi mental Indonesia bukanlah hal baru
untuk diperdebatkan. Ini adalah hal positif yang harus digaris bawahi oleh para
pembaca sebagai wahana pengantar dalam pembenahan diri pribadi sebagai warga
Negara Indonesia. Presiden Soekarno telah menggadang-gadangkan revolusi mental
pada pidato proklamasinya pada tahun 1962. Selai itu presiden Soekarno juga
meneruskan pidato revolusi mentalnya yang merupakan konsep Tri Sakti pada tahun
1963. Presiden Soekarno menyatakan bahwa ada tiga pilar yakni “Indonesia yang
berdaulat secara politik”, “ Indonesia yang berdaulat secara ekonomi”, dan “Indonesia
yang berkepribadian secara sosial-budaya”. Bagi soekarno pada saat itu
Indonesia baru bebas dari penjajahan secara fisik, namun secara mental masih
terjajah. Informasi dari penulis haruslah diadopsi para pembaca untuk
meningkatkan kualitas kepribadian sebagai warga negara. Pada dasarnya revolusi
mental merupakan upaya memerdekakan masyarakat itu sendiri.
Meninggalkan
revolusi mental, kegitan Jokowi yang hobi “blusukan” juga dicerca banyak
kalangan. Banyak tudingan Jokowi hanyalah melakukan pencitraan untuk menangkap
banyak simpati masyarakat. Bagi kaum kontra, “blusukan” adalah kegiatan
membuang waktu tanpa memberikan solusi. Namun tudingan miring tersebut dibantah
oleh Jokowi. Baginya, dengan terjun langsung kepada masyarakat, Jokowi menjadi
lebih faham apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, keluh kesah masyarakat dan
harapan masyarakat terhadap pemerintah. “blusukan” merupakan upaya survey yang
membantu kinerja Jokowi menjadi efektif dan tepat sasaran.
Tidak
hanya survey masyarakat dalam menata kota, Jokowi juga kerap kali mengunjungi
para korban bencana seperti, Erupsi Gunung Sinabung, longsor Banjar Negara, dan
jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501. Tujuan Jokowi “blusukan” di lokasi bencana
adalah untuk memantau langsung keadaan lokasi. Sehingga dalam hal ini Presiden
Jokowi secara tepat sasaran memberikan komando-komando pada badan yang terkait
guna memberikan bantuan darurat bagi para korban bencana.
Sisi
negatif dari buku ini adalah informasi-informasi sinisme yang disetujui oleh
kaum yang kontra terhadap Jokowi Dodo. Kontra merupakan hal yang wajar terjadi
pada setiap kalangan. Namun kontra bisa jadi sebuah sisi negatif apabila
dikupas dengan kata-kata yang tidak layak untuk di utarakan kepada publik.
Seperti Ali Muchtar Ngabalin, juga pernah menyoroti kondisi jokowi yang kurus.
Dalam suatu kampanye pemenangan Prabowo-Hatta di Papua ia menyatakan agar
“jangan pilih calon presiden yang kurus kerempeng.” Selain itu juga Fahri Hamzah
(wakil sekjn PKS), melalui akun twitternya @fahrhamzah pada 27 juni 2014
sekitar pukul 10.40 fahri menuliskan “jokowi janji 1 muharram hari santri. Demi
dia terpilih, 360 hari aka di janjika ke semua orang. Sinting!”. Sangat berbeda
dengan yang dikatakan oleh buya Syafi’i Ma’arif (mantan ketua PP Muhammadiyah)
menyatakan bahwa “meski Jokowi kerempeng tapi otaknya besar dan bekerja”.
Seirama
dengan peribahasa “semakin tinggi pohon maka semakin kencang pula angin
berhembus”, cibiran dari berbagai kalangan ternyata tak mampu membendung
prestasi dan apresiasi dunia terhadap pencapaian jokowi sebagai pemerintah.
Seyogyanya pembaca tidak melihat siapa yang berprestasi, namun lihatlah
prestasi tersebut untuk menjadi referensi pemicu semangat. Dalam kiprahnya di
dunia pemerintahan, jokowi berhasil menyabet berbagai piala dan penghargaan
diantaranya adalah kota dengan tata ruang terbaik kedua di Indonesia, piala
citra bidang pelayana prima nasional, penghargaan pengelolaan keuangan yang
baik, penghargaan dari UNICEF untuk program perlindungan anak, Grand award
layanan publik pendidikan, penghargaan langit biru, bung hatta Anticorruption Award
dan lain-lain.
Selain
piala dan penghargaan, penulis menambahkan kesan positif berupa apresiasi yang
turut diutarakan dari tokoh-tokoh dunia dalam mendukung perjalanan Jokowi. SepertiPark
Geun-hye adalah Presiden Korea selatan ke-11, beliau mengatakan “saya dengar
sekarang yang mulia melakukan blusukan dan e-blusukan untuk reformasi
negaranya. Saya berharap semua masyarakat Indonesia ikut dalm pikiran yang
mulia, agar menghasilkan peningkatan perkembangan Indonesia bisa diwujudkan”.
Selain presiden Korea Selatan, Greg Fealy (associate professor di Australian
National University) berpendapat bahwa Jokowi meupakan polotisi yang cukup
bersih dan cukup reform minded.
Jokowi siap menerima kemarahan rakyat dalam menentukan kebijakannya. Seperti
memangkas subsidi BBM untuk dialokasikan pada sektor kesehatan, pendidikan dan
infrastruktur.
Kesimpulan
Perjalanan
jokowi sebagai wong cilik menuai banyak pro dan kontra. Jokowi memiliki basic berlian
untuk bisa menjadi Presiden Indonesia. Kepantasan itu dilihat dari banyaknya
prestasi yang telah dicapai pada masa pemerintahan Jokowi di Solo. Namun dari
sekian pencapaiannya, tudingan miring tak henti-hentinya menghampiri pribadi Jokowi.
Kita tidak bisa menilai Jokowi dengan kaca mata pribadi. Kita perlu
mempertimbangkan kinerja, prestasi dan pandangan dunia terhadap sosok ini.
Penilaian obyektif bukanlah penilaian yang bersifat merendahkan dan bersifat
fitnah. Siapapun tokohnya, sebagai pembaca haruslah pandai mengambil sisi baik
sebagai motivasi dan menyisakan sisi buruk sebagai pelajaran berharga. Sehingga
dalam hal ini baik pro maupun kontra dapat berjalan sesuai dengan porosnya.